Tags

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Beberapa hari yang lalu tombol pemutar jam tangan saya copot, sebetulnya jamnya tetap jalan dengan normal tapi tombolnya yang ga bisa diputar. Jam tangan saya tidak pakai baterai (akan jalan dengan sendirinya pada saat dipakai), tapi kalau lebih dari satu hari tidak digunakan akan mati dan kalau mau dipakai lagi jarum jamnya harus dicocokan dulu.

Rencananya  akan saya bawa untuk diperbaiki di toko jam langganan di Pasar Baru.

Nah, Sabtu (13/8) pukul 10 kemarin, saya berangkat dari rumah menuju Pasar Baru. Maunya naik sepeda saja ke stasiun (daripada naik motor nanti ribut lagi sama security stasiun), tapi ga jadi karena sepedanya sedang dipakai oleh Thalita (anak saya yang kecil). Kalo begitu saya jalan kaki saja ke stasiun,  sekalian olah raga karena paginya ga sempat.

Saya naik KRL Commuterline, kemudian turun di Stasiun Juanda, karena jaraknya juga tidak jauh saya lanjutkan lagi dengan jalan kaki menuju ke Pasar Baru.

Pasar Baru Pukul 11 Siang

Pasar Baru Pukul 11 Siang

Di Toko Jam, petugasnya mengatakan bahwa : ”Tukang servisnya belum datang, nanti saja Bapak ambil sekitar pukul 2 (siang)”.

Oh ya, saya juga bawa jam tangan istri untuk diganti baterainya , biayanya Rp 125.000,- mungkin karena kelamaan baterainya tidak diganti,  IC (Intergrated Circuit)-nya juga jadi rusak dan harus ganti dengan tambahan biaya Rp 450.000,- Jadi untuk jam istri saja, biaya ganti baterai dan IC sebanyak Rp 525.000,-.

Untuk jam tangan saya belum tau berapa biayanya, karena harus menunggu tukangnya datang.

Toko Jam

Toko Jam

Saya keluar dari Toko Jam, rencana mau langsung pulang.

Dipintu gerbang Pasar Baru saya ketemu dengan Pak Ujang  yang berprofesi sebagai Penjual Uang Kuno (lama) di pinggiran pertokoan Pasar Baru. Kami ngobrol tentang transaksi perdagangan uang kuno, baik uang kertas maupun logam (koin).

Biasa dicari oleh kolektor dan pasangan yang akan menikah untuk dijadikan sebagai mahar.

Lumayan ada sekitar 30 menit kami ngomong ngalor ngidul.

Pak Ujang tinggal di Pasar Minggu tidak jauh dari Kampus UNAS (Universitas Nasional), berasal dari Padang dan istrinya asli Betawi punya anak 2 (dua) orang. Sudah punya rumah sendiri, walaupun menurutnya berukuran kecil.

Selesai ngobrol dengan Pak Ujang, saya pulang (masih tetap jalan kaki, dasar pelit ga mau keluar ongkos) menelusuri pinggiran Kali Ciliwung Pasar Baru. Di jalan, lihat buah lontar yang menggairahkan, saya pesan yang baru 10 (sepuluh) buah yang masih muda, harganya  Rp 25.000 (satunya dua ribu lima ratus rupiah). Sambil  menunggu si Abang Penjual Buah Lontar membukakan buahnya, saya  ngobrol lagi dengan seorang bapak-bapak yang parkir di situ.

Alhamdulillah, dapat tambahan 2 (dua) orang teman hari itu.

Saya melanjutkan jalan kaki lagi ke stasiun Juanda, naik KRL Commuterline, kemudian turun dan  dari stasiun saya naik ojek ke rumah, karena cahaya matahari cukup terik siang itu.

Sampai di rumah pukul setengah satu, saya langsung Shalat Zuhur, untuk kemudian melaksanakan tugas abadi berikutnya SUPRI alias supir pribadi.

Ngantar istri belanja kebutuhan dapur ke Carrefour MT. Haryono, ngajak Thalita, eeh di jalan tidur. Setelah ngedrop di Lobby, saya cari parkiran sambil nungguin Thalita tidur, kasihan kalau dibangunin tidurnya lelap sekali.

Setengah jam kemudian saya coba bangunin,  bangun sebentar terus tidur lagi. Ya udah saya tungguin saja sampai istri selesai belanja.

Thalita masih terus tidur sampai kerumah lagi (cuma numpang tidur saja)…… 🙂

Ketika menunggu di parkiran (persis seperti SUPRI), saya dapat telepon dari Toko Jam, memberi tahu bahwa per jam tangan saya patah jadi biaya keseluruhannya termasuk jam tangan istri menjadi  Rp 1.000.000,- …..!!! 😦 😦 😦