Tags
Arc de Triomphe, Champs Elysees, kluwih, Marrons Chauds, Paris, Place Charles De Gaulle, Roasted Chestnuts
Cemilan ini namanya Marrons Chauds, kalau kita cari persamaannya dalam Bahasa Inggris adalah Roasted Chestnuts, yaitu sejenis kacang yang besar (ukuran, warna kulit, tekstur daging buah dan bentuknya mirip dengan biji kluwih), rasanya gurih, lembut, ada manisnya sedikit.
Mengolahnya dengan cara dibakar……..
Bungkus kecil (isi ± 15 biji) harganya 3€……
#lumayan juga kalau dirupiahkan Rp48.000#
Bayangkan dalam udara dingin (0 – 2ºC) makan Marrons Chauds , wahhhhh…nikmat luaaar biasa, mulut sampai berasap.
#He3x, lebay padahal ga makan Marrons Chauds, mulut juga sudah berasap#
Pertama :
Saya melihat penjual cemilan ini ada di emperan Galeries Lafayette (katanya Departement Store milik Muhammad Al Fayet).
Umumnya mereka menggunakan sebuah trolly, tungku kaleng dan penutup kaleng dibuat berbentuk penggorengan (bahan kalengnya seperti kaleng aspal) yang di tengah-tengah dibuat lobang untuk pembakaran.
Penjualnya biasanya adalah imigran dari India, Bangladesh, Sri Lanka atau Maroko.
Saya melihat penjual Marrons Chauds ada di daerah Champs Elysees (saya mendengar orang Perancis menyebutnya dengan Song zelize – tulisannya seperti ini : “ʃɑ̃zelize” ). Champs Elysees merupakan salah satu jalan yang sangat terkenal, sering juga disebut dengan “Jalan terindah di dunia”
Di jalan sepanjang 2 km tersebut terdapat kafe, toko-toko khusus dengan brand mewah seperti Louis Vuitton, Mont Blanc, Cartier dll, hotel mewah seperti JW. Marriot Hotel, Paris Eyes, restoran, nightclubs, dan Place Charles De Gaulle tempat berdirinya Arc de Triomphe (merupakan salah satu tujuan utama turis di Paris).
Hari itu adalah Jumat malam (malam panjang), jauh lebih ramai (terutama para remaja) dibandingkan dengan hari biasa. Sepanjang jalan mengarah ke Paris Eyes ada pasar malam, banyak penjual souvenir bahkan sudah ada yang menjual pernak-pernik persiapan Natal dan Tahun Baru.
Tempat jualan Marrons Chauds di sini, jauh lebih bagus dan lebih rapi, pembelinya lebih ramai, tapi harganyapun naik menjadi 4€ per-bungkus kecil dan 6€ untuk yang lebih besar. Marrons Chauds yang dijual juga lebih banyak bahkan berkarung-karung.
Saya melihat yang beli umumnya para pelancong, kayaknya mereka sengaja menghabiskan koin-koin (recehan) untuk membayarnya.
chris13jkt said:
Waktu aku lihat sepintas aku kira jual keong, setelah dibaca ternyata jual chestnut 🙂
ded said:
He3 kalau saya, pertama ngelihatnya kayak jengkol malah Pak…. 😀
Lidya said:
tau kacang koro gak [ak? mirip tapi kecil hehehe. sok tau banget saya ya wong belum pernah makan marrons Chauds
ded said:
He3… saya belum pernah makan kacang koro Mb 🙂
duniaely said:
sempat melihat penjual serupa pak di China town KL beberapa hr yg lalu 🙂
ded said:
Untung saya ga ke Jerman, tadinya mau mampir. Coba klo jadi mau ketemu Elly, Elly nya ke KL… 🙂
alrisblog said:
Kalo di Indonesia mungkin gak seperti kita makan kacang goreng? 🙂
Apa mungkin buah itu impor dari India, karena penjualnya dari sana.
Banyak berjalan banyak dilihat, uda.
ded said:
Ya kayak kita maakan kacang goreng di Indonesia….
Kalau kita kreeatif, mungkin biji kalawi bisa dibuat seperti ini juga Al.
Saya waktu kecil sering makan rebusan biji kelawai dan biji cubadak, kadang-kadang di goreng 🙂
He3 macam-macam yang kita lihat Al…. 🙂
Alris said:
Saya waktu kecil (masih sekolah dasar) di kampung pagi-pagi sering berlomba dengan teman mencari biji kalawi. Mau mandi pagi ke sungai kami melewati kebun yang ada ditanami pohon kalawi. Buah yang masak banyak jatuh dimalam hari, paginya jadi rebutan kami.
Biji kalawi, -sasudah kariang gatah, didiamkan agak sahari duo hari- digoreng dicampur ikan badah kariang diagiah lado sirah lamak untuak samba, da. Hehe…pangalaman waktu ketek.
ded said:
Pengalaman waktu kecil kt sama, bukan hanya biji kalawi, bahkan biji cubadak n biji durian pun dimakan 🙂
Ceritaeka said:
Jadi lapar 😀
ded said:
Padahal makanannya sederhana sekali, tapi waktunya yang pas.
Makanan hangat di suasana yang dingin…. 🙂
Ceritaeka said:
Klo sikon mendukung tempe pun rasanya jadi NUIKMAAAT banget, udaaa 😀
ded said:
Bayangkan saja makan tempe hangat (mendoan) atau jagung bakar di Puncak.
Uenakkk…tenannnn:D
pursuingmydreams said:
Rasa Marrions spt apa pak? Kaya kacang?. Saya sering lihat ketika ada pasar malam, cuma belum pernah beli kupikir keras sekali, kuatir copot gigi 😆 .
ded said:
Klo menurut saya enak nel, gak keras bahkan cenderung lembut.
Sangat tepat dimakan d musim dingin spt sekarang 🙂
Toekang Potret Keliling said:
tulisan yg sangat menarik…
ded said:
Trm ksh mas 🙂
mamaniyya said:
Seperti mbak elly bilang..
liapernah makan kacang ini di China Town…
dan yang jualnya dah tua banget.,…wajannya juga gede,,,, 🙂
salam hangat ….maaf baru bisa mampir pak…^_^
ded said:
He3 klo yg ini wajannya dr tutup kaleng aspal yg dilobangi…..
Salam hangat juga ya 🙂
#hangat habis makan kacang#
Imelda said:
chestnut panggang ini seperti biji buah nangka (beton?) yang direbus. Bahasa Jepangnya Kuri.
Alm ibu saya sukaaaaa sekali. Jadi kalau pas pulang natal, suka bawain. Soalnya yang terkenal memang selama musim dingin, meskipun ada juga sih sepanjang tahun (sisa panen tahun sebelumnya).
ded said:
Nikmat sekali dimakan dimusim dingin 🙂
Imelda said:
oh ya kalau tahu lagu natal “Christmas Song” yang awalnya “Chestnuts roasted on an open fire…. ahhhhh huhuhuhu jadi melankolis nih… kangen pada suasana winter bersama keluarga 😦
ded said:
Terima kasih mb em infonya
Saya baru tau 🙂
Arumsekartaji said:
Warna kulitnya mirip warna kuit buah jengkol. Kalau di tanah air biji duren, bendo enak saja disangrai untuk kudapan gantinya telo pohong.
ded said:
O iya, mirip kulit buah jengkol mb arum. Bedanya yang ini lebih bulat, sedangkan jengkol bentuknya lebih gepeng.
Kalo saya yang kepikir bijibuah kluwih itu mb 🙂
Ni Made Sri Andani said:
Yang ini kayanya gambar Chesnut atau kalau di Indo disebut dengan buah Berangan
dedy said:
He3….kirain sama 🙂