Willy (27 tahun), driver kendaraan rental kami tiba-tiba berhenti di sebuah “danau” yang sangat indah berwarna biru muda ….. biru tosca.
Perpaduan yang alami, warna putih kaolin dengan biru dan jernihnya air tanah Pulau Belitung, Propinsi Bangka – Belitung (Babel).
#Penduduk asli melafazkan kata Belitung dengan “Belitong”
Dindingnya yang putih bersih terlihat sangat kontras dengan warna airnya, bahkan masih tersisa pulau-pulau kecil berwarna putih diantara air yang biru dan bening.
Danau yang dimaksudkan di sini adalah bahasa lain dari bekas kubangan atau galian tambang kaolin yang ditinggal oleh para penambang setelah mengeruk perut bumi Belitung dengan “mata dan hati tertutup”, kemudian meninggalkannya dengan begitu saja.
Kaolin adalah material kekayaan tanah Belitung yang berupa mineral sebagai bahan campuraan cat, keramik, bedak, plastik, tinta, pasta gigi, fiber-glass dan banyak lagi yang lainnya.
Saya bigung mau ngambil angle pemotretan (#he3.. kayak tukang foto profesional aja#), dari sudut mana yang terbaik, karena dari sisi manapun danau ini indah untuk dipotret.
Sungguh, meskipun hampir seluruh Tanah Air sudah saya jelajahi, saya baru ketemu dengan sebuah danau dengan warna air yang sangat mempesona…!!!
It’s wonderful…!!!
It’s amazing..!!!
Hanya itulah yang terucap, saya tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata…!!!
Di sini di Negeri Laskar Pelangi, Belitung ini…!!!
***
Sayang, Danau Kaolin belum dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung dengan baik, telihat dari fasilitasnya yang bisa dikatakan belum ada sama sekali, hanya tersedia sebuah tempat berlindung dengan bangku-bangku (mirip halte bus) dan tanaman rumput di beberapa bagian di pinggir danau.
Sementara yang lain masih didominasi oleh lumpur berwarna putih.
Seandainya ada warung atau restoran di sekitar sini, mungkin akan lebih baik, mungkin pengunjung bisa berada di sini lebih lama. Bukan hanya sekedar berfoto kemudian pergi..!!!
Bayangkan kalau kita datang dalam kondisi hujan, pasti lumpur-lumpur tersebut akan mengikuti kita kemanapun pergi, nempel di sandal atau sepatu dan terbawa ke dalam mobil.
Cuma saya belum bisa bayangkan kalau dalam musim kemarau, apakah akan kering dan berdebu ?
Saya akui bahwa hampir 100% jalan raya di Belitung bagus semua (hotmix), tidak ada yang bolong, meskipun tidak terlalu lebar, kecepatan kendaraan rata-rata bisa mencapai 80km/jam bahkan lebih.
Tidak ada macet….. he3…. 🙂 tapi harus hati-hati dengan kendaraan roda dua yang bisa nyelonong tiba-tiba di depan kita.
***
Di seberang jalan masih terlihat gundukan yang nyaris menyerupai bukit, material kaolin yang siap dipasarkan. Masih terlihat beberapa alat berat yang sepertinya masih terus aktif mengeruk danau ini, mungkin karena hujan mereka istirahat dulu (ketika kami sampai di danau, hujan baru saja reda, mengguyur Belitung).
Miris rasanya hati ini, mendengar sejarah terjadinya danau kaolin, begitu dahsyatnya tangan-tangan manusia mencabik-cabik bumi Belitung, tapi setelah bolong-bolong seperti ini ditinggalkan tanpa ada usaha untuk memperbaiki kondisinya, cerita Willy.
Sebuah dilemma buat saya, mengagumi keindahan danau atau mengutuk penambang yang tidak memikirkan dampak terhadap lingkungan…!!!
Entahlah, yang pasti hutan beserta komunitas hewan-hewan liar yang terdapat di kawasan ini, musnah sudah..!!!
Tidak tau, kemana perginya ?
O ya, Danau Kaolin terdapat di Desa Perawas, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung Timur, Propinsi Babel.
ysalma said:
Dilema ya Uded, keindahan alam dibekas kehancuran ekosistemnya, mungkin perlu polesan lain biar memberi manfaat lain.
Oya, ini hasil galian baru atau galian yang dulu-dulu sebelum Belitong ‘terkenal’?
ded said:
Iya Uni….. bingung 😦
Dari cerita driver saya, penggalian kaolin masih berlangsung sampai saat ini. Buktinya adalah gundukan material tsb diseberang danau
Cuma tdk diberi tau sejak kapan? 😦
Gusti 'ajo' Ramli said:
Danaunya terlihat indah, namun warna air ny itu akibat tambang y…
ded said:
Danau nya indah dan airnya adalah campuran kaolin dengan air bersih.
Tapi lingkungan sekeliling danau kaolin gersang belum bisa menyaingi keindahan lingkungan danau maninjau 🙂
eviindrawanto said:
Padahal gara2 Laskar Pelangi Belitung sdh jadi tempat tujuan wisata terkenal. Mungkin dinas pariwisatanya sdh puas dengan pantai-pantai sehingga lupa memanfaatkan bekas galian tambang ini. Padahal kalau dipoles, kerusakan ini bisa dibalik jadi menguntungkan. Kayaknya otak entrepreneurship harus masuk ke dinas2 wisata 🙂
ded said:
He3 iya uni, hanya mengandalkan alam. Tidak mau berusaha menjualnya dengan lebih baik 😦
Arman said:
Wah iya cakep banget ya warna air danau nya…
ded said:
Iya Man, biru tosca. Kereennn… 🙂
Goiq said:
Betul Da.. perasaan yang sama saat saya ke danau Kaolin.. Antara kagum dan miris. Btw waktu saya ke Belitung dulu, driver saya juga bernama Willy. Mungkin orang yang sama. hahahahaa
ded said:
He3… jangan2 willy yang sama…. 🙂
alrisblog said:
Kondisi pertambangan terbuka seluruh Indonesia rata-rata ya seperti ini, keruk buminya ambil mineralnya, lalu tinggalkan bekas galian berbentuk danau. Tidak tambang bermodal besar atau tambang rakyat. Miris dan prihatin.
Rupanya para pejabat daerah sudah puas terima setoran dan gak peduli kelestarian. Coba, ya, pejabat berwenang blusukan ke tempat seperti ini, tidak hanya blusukan demi citra & populer, lalu kinerja mengecewakan.
ded said:
Bagaimana dg tambang2 di papua, kalimantan dan nusa tenggara dll ya?
He3…. setelah tercapai maksudnya, blusukan dilupakan 😦
Lidya said:
antara takjub dan mengenaskan ya pak. Indah tapi kalau ingat bagaimana sumber daya tersebut di keruk begitu banyaknya jadi menyedihkan
ded said:
Iya bingung mb 😦
rinasetyawati said:
subhanallah, birunya baguuuss.
ded said:
Bagus ya birunya 🙂
Beby said:
Danaunya ngga bisa buat diseberang tuh, Bang?
ded said:
Ga bisa baby, ga ada jembatannya, jadi harus mutar 🙂
Ekspedisi Alam Liar said:
luar biasaa
ded said:
🙂
Zizy Damanik said:
Yes. Jadi ingat buku LP yang saya baca, dialog di situ menyebut “Belitong” bukan Belitung…
Ah pemandangan yang menyejukkan mata…
ded said:
Nah, kalau kita jalan di Belitong, terbayang petualngan anak-anak LP yang ditulis oleh Andrea Hirata
O ya ada juga museum LP milik Andrea Hirata 🙂
prih said:
Membaca penambangan kaolin Uda Ded, namun melihat kolam raksasa dari penggaliannya di postingan Uda ini. Seandainya upaya penanaman kembali di seputaran ‘danau’ ini menghijau ya. Salam
ded said:
Benar mb, sayang belum terlihat usaha serius sebagai nupaya untuk mengatasi dampak negatif akibat dari eksploitasi alam ini 🙂