Setelah sarapan, checkout dari hotel kemudian siap-siap untuk berangkat ke Dulles International Airport, Washington.
Pagi itu petugas hotel mengucapkan “Happy Thanksgiving“, karena tidak biasa mendengarnya, saya agak bingung menjawab…., akhirnya saya jawab saja dengan ucapan yang sama.
Hari itu bertepatan dengan “Thanksgiving Day“, sebagian besar warga kota Washingon sedang menikmati hari bersyukur tsb, terbukti dengan sepinya jalanan menuju Dulles sehingga kendaraan dari pusat kota dapat melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Sampai di bandara, saya mencari counter Emirates untuk check-in. Mungkin karena penerbangan ini akan transit di Dubai International Airport, makanya di barisan saya check-in banyak terlihat saudara-saudara kita dari Middle East, India dan Pakistan yang umumnya membawa serta keluarga masing-masing, seperti orang tua, anak-anak bahkan bayi mereka.
Beda dengan penerbangan saya dari Dubai ke New York beberapa waktu yang lalu.
Di sekitar seat saya, terdapat tidak kurang dari 6 (enam) bayi, orang-orang tua (kakek/nenek) dan anak-anak yang cukup banyak. Saya yakin di bagian lain juga ada bayi-bayi yang lain.
Bayangkan di atas pesawat, bagaimana riuhnya suara tangis bayi saat itu. Benar-benar seperti bunyi koor sebuah musik kontemporer, jika yang satu nangis, semuanya ikut nangis, bersahut-sahutan selama kurang lebih 8 jam penerbangan.
Para penumpang Asia tsb, mungkin terobsesi dengan perayaan “Thanksgiving Day” di Amerika, apalagi saat itu hari libur dan bertepatan dengan hari Kamis (otomatis libur panjangkan ?).
Makanya mereka bisa sekalian pulang ke tanah leluhurnya.
Namun, saya salut dengan bapak-bapaknya, mereka ikut dan turun tangan membantu istrinya dalam meredakan tangis bayi-bayi mereka.
***
Pesawat Emirates yang saya tumpangi transit di Dubai International Airport sekitar 3 jam, berarti cukup waktu untuk menunaikan shalat sekaligus menggabungkannya.
Setelah selesai shalat, saya mengisi waktu dengan mencari coklat di supermarket yang ada di bandara untuk oleh-oleh, tentu saja sekalian untuk memanfaatkan duit pecahan (cent) yang masih tersisa di Supermarket Emirates Terminal 3 (di sini transaksi tunai dapat dilakukan menggunakan UEA Dirham maupun dengan Dollar) .
Nah, di ruang tunggu Emirates Terminal 3, Dubai International Airport saya ketemu dengan (sebagian besar) “Para Pahlawan Devisa Negara” kita, yaitu TKI (Tenaga Kerja Indonesia) baik laki-laki maupun perempuan.
He3x… namanya saja yang Pahlawan, tapi menurut info Para TKI tsb, setibanya di Bandara Soekarno Hatta, biasanya dimintai duit (istilah mereka “setoran”) dan mereka harus melewati jalur khusus TKI atau TKW.
Malah di perjalan ke daerah asal masing-masingpun mereka sering dipalak oleh para preman.
***
Saatnya saya kembali menikmati perjalan kembali ke Tanah Air dengan Emirates, karena jumlah penumpang jauh berkurang, saya bisa memilih seat yang mana yang saya mau, bahkan sampai bisa tiduran dengan mengangkat lengan seat-seat yang berjejer disamping saya.
Penerbangan selama 11 jam dari Dubai ke Cengkareng sudah terlewati, saat itu pukul 21.30 WIB Emirates dengan mulus touchdown di landasan Bandar International Soekarno Hatta.
Indonesia, I’m coming …….!!!
Home Sweet Home 🙂
Alhamdulillah akhirnya saya sampai di rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga tercinta, setelah melakukan perjalanan sekian lama.
Selamat datang di tanah air tercinta :).
He3…, bagaimanapun indah, rapi dan bersihnya negara orang, Indonesia tidak bisa tergantikan, tetap merupakan suatu tempat yang sangat dirindukan… 🙂
oleh oleeeeh… hahahahaha
He3 🙂
lama juga ya di sana om… selamat kembali ke negara tercinta.. jangan lupa oleh olehnya nih…
Cari pengalaman Mas, mudah2an ada manfaatnya 🙂
Sama dengan saya, seindah apapun di Jawa ini namun Muarolabuah tetap ranah nan ambo cinto. 🙂
Da Ded lamo disinan tantu lai banyak mambaok oleh-oleh tu, hehe…
Seperti kata pepatah “Setinggi tinggi bangau terbang akhirnya ke kubangan juga” =)
Hahaha… Sasuai bana tu…. 😀
Suao da 🙂
Selamat kembali pulang, Da…
Bahagia sekali tentunya.. 🙂
Alhamdulilah ada, bahagia bisa berkumpul kembali dengan keluarga 🙂
Betul juga Pak Ded berkata, seindah-indahnya negeri orang, negeri sendiri jauh lebih indah, apalagi tetap bisa berkumpul dengan keluarga tercinta. Ucapan ini juga sering diucapkan suami kakak sepupu saya yang bekerja di kapal pesiar AS. Berbulan-bulan berlayar melayani rute AS ke Eropa mondar-mandir tetap membuat gelisah, Sekalipun fasilitas kerja OK, pikiran tetap ke anak dan istri di tanah air. Sudah bosan dan ingin kerja di kampung halaman.
Tetap rumah dan keluarga adalah pelabuhan hati yang tak tergantikan dengan keindahan dan kemewahan apapun, Arum 🙂